Tragedi Kumbang Biru
x +177 hlm; 14 cm x 21 cm
Cetakan Pertama, Agustus 2017
Penulis : M. Gigih Pebrianto, dkk
Penyunting :
Anggi Putri
Desain Sampul :
STKIP PGRI Jombang
Tata Letak :
Tim Pustaka Kata
Diterbitkan
oleh:
Jl.
Rambutan No.19 Mojoagung
Jombang-
Jawa Timur
Hak
cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit
ISBN:
978-602-6325-93-8
Isi
di luar tanggung jawab percetakan
All right reserved
------------------------------------------------------------------------
....
Cerpen berikutnya yang dianggap sesuai dengan
tema adalah Buku Biru. Pergolakan cerpen Buku Biru sama dengan cerpen
sebelumnya, yakni disebabkan ketidakmampuan menyikapi hadirnya berbagai
aplikasi gadget. Cerpen Buku Biru mengisahkan tokoh yang meratapi kesalahannya
akibat kesibukan masa kini. Kengenasan yang sangat ironis. Karena tokoh Ibu
dihadapkan pergolakan bathin pada tokoh anaknya yang telah mati. Kengenesan ini
muncul tiap kali ia membuka Buku Biru yang berisi catatan harian anaknya yang
disuguhkan dalam bentuk potongan teks per-catatan. Berikut slide teks dalam
cerpen Buku Biru:
11 Januari 2016.
Aku bingung. Mamaku selalu menangis tiap
malam. Aku mendengan Papa berteriak-teriak tengah malam. Aku ingin keluar untuk
melihat, tetapi aku takut.
20 Februari 2016.
Papa sudah dua minggu tidak pulang. Aku tidak
tau. Tapi kata Mama, Papa sudah tidak lagi tinggal bersama kami. Mama bilang
kalau mereka sudah bercerai. Aku ingin bertanya, bercerai itu apa? Kenapa Papa
tidak boleh tinggal bersama kami? Tapi aku tidak berani menanyakan. Jadi aku
diam saja.
27 Oktober 2017.
Mama orang sibuk. Setelah ditinggal Papa,
Mama semakin sibuk aku semakin jarang dengannya. Aku tidak tau Mama pulangnya
jam berapa. Pokok aku selalu sudah tidur sebelum Mama pulang…
18
Maret 2017.
Si Puti, kucing kesukaanku mati tenggelam di
kolam renang. Aku menelpon Mama di kantor, menyuruhnya pulang. Tapi kata
sekretaris Mama sibuk rapat dan tidak bisa diganggu.
17 Mei 2017.
Hari ini aku ulang tahun. Tahun kemarin Mama
dan Papa tidak mengucapkan ulang tahun padaku. Aku harap tahun ini Mama
mengingatnya. Kata Mama hari ini ia libur. Aku yakin, Mama pasti membuat kado
kejuatan buatku. Aku sudah mendaftar kegiatan hari ini. Menonton televise,
mengerjakan PR, bermain boneka, tidur siang sama Mama. Pasti akan sangat
menyenangkan.
Dari catatan harian itulah seorang ibu tau
kalau Dinda anaknya mati tersengat listrik saat menyolok cop kabel televisi.
Sang ibu baru sadar kalau kesibukannya telah mencuri tanggungjawab terhadap
anaknya. Kengenasan yang lebih tragis sebagai hukuman. Sebab hukuman penjara
ada bates waktunya, tetapi dihukum kesalahan hingga merenggut nyawa anak
merupakan kematian sebagai terdakwa sepanjang sisah hidupnya.
Selain dua cerpen di atas, tidak semua alur
cerita disusun berkaitan dengan gadget. Ada beberapa cerpen yang
menitikberatakan klimaks pada pergolakan
fisik. Kritik terhadap ketimpangan sosial. Bukan kritik individu. Namun alur
cerita demikian setara realitas yang menimpa hilangnya penyair Widji Thukul,
Udin wartawan Bernas, serta Marsinah aktivis buruh. Alur yang sering muncul di
sinetron atau media maya. Alur yang datar karena penulisnya memakai bacaan yang
sama, yakni sinetron dan internet. Kwalitas cerpen yang standar menjadi bahan
banding dalam kajian sastra. Sebab jika kadar imajenial cerita lebih rendah,
atau hanya setara dengan berita fakta maka nasib sastra terbukti yang dikatakan
Arthur Danto ketika diwawancarai Irene Caesar tentang kondisi seni era modern
ini-dalam hal ini seni sastra-dalam hal ini sastra jenis cerpen-‘akan mati’ dan
tidak diminati pembaca jika tidak berjarak dengan realitas. Bagi Danto, yang
disebut realitas harus tersusun berdasarkan imajinasi yang dekat dengan seni.
Lalu muncul pernyataan hidup tanpa seni menjadi barbar. Atau apa yang disetujui
Adonis bahwa sastra bukanlah realitas. Sastra adalah gambaran tentang realitas
itu sendiri. Yang bisa kita lengkapkan bahwa sastra tidak sekedar gambaran
tentang realitas, lebih dari itu sastra adalah gambaran yang membenahi
realitas.
Membaca keseluruhan cerita yang terkumpul dalam Antologi Cerpen Tragedi Kumbang Biru ini membuka jendela kajian kita. Bahwa karya
para mahasiswa ini bukan sekedar dilombakan dan berujung pada kalah atau
menang. Melainkan analisa panjang seberapa cermat generasi Alpha di era
millenia ini mampu menyelamatkan penghuni zamannya. Mampu berselancar di arus
zaman agar tidak tenggelam. Mampu mengembalikan hilangnya entitas manusia
ketika dua atau lebih bertemu tetapi saling tidak tertarik sebagai manusia.
Manusia yang duduk bersama tapi masing-masing tertarik dengan benda (hp). Kebersamaan manusia yang seharusnya
berkomunikasi langsung dalam realitas, tapi memilih bermain HP yang khayalan.
Manusia yang kehilangan citra khususnya sebagai manusia dalam pandangan manusia
lain.
*) Sabrank Suparno. Menulis esai, puisi,
cerpen, cerkak bahasa Jombangan. Peserta Temu Sastra Jawa Timur 2011. Penerima
Tali Asih Gubernur dan Dinas Pariwisata Budaya Jawa Timur 2014. Mendapat
undangan baca puisi di Taman Ismail Marzuki September 2015. Ketua Komite Sastra
Dewan Kesenian Jombang (Dekajo) 2017-2021.
-----------------------
Pemesanan via email Pustaka Kata
0 komentar:
Posting Komentar