Sebelum membahas apa itu kalimat
efektif, ada baiknya jika kita membahas pengertian dari kalimat itu sendiri.
Pengertian kalimat (menurut
KBBI—versi rumit):
Kalimat adalah kesatuan ujar yang
mengungkapkan suatu konsep pikiran dan perasaan. Dari segi linguistik kalimat
adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola
intonasi final dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa (KBBI,
2002 : 494).
Atau,
Kalimat adalah satuan bahasa yang
secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara aktual
ataupun potensial terdiri atas klausa. Klusa bebas yang menjadi bagian kognitif
percakapan; satuan proposisi yang merupakan satu klausa atau merupakan gabungan
klausa, yang membentuk satuan yang bebas; jawaban minimal, seruan, salam, dsb;
kontruksi gramatikal yang terdiri atas satu atau lebih klausa yang ditata
menurut pola tertentu, dan dapat berdiri sendiri sebagai satu satuan (Harimurti
Kridalaksana, 2008 : 103).
Pengertian kalimat (versi
simpel, hihihi):
Kalimat adalah satuan bahasa
terkecil, berwujud lisan atau tulis yang memiliki sekurang-kurangnya subjek dan
predikat.
Bagi seorang pendengar atau
pembaca, kalimat adalah kesatuan kata yang mengandung makna atau
pikiran. Sedangkan bagi penutur atau penulis, kalimat adalah
satu kesatuan pikiran atau makna yang diungkapkan dalam kesatuan kata.
Kalimat Efektif
Sebelum dapat membuat atau bahkan
membetulkan suatu kalimat menjadi efektif, kita perlu mengetahui apa yang
dimaksud dengan kalimat efektif.
Kalimat efektif adalah kalimat yang mampu dipakai untuk menyampaikan informasi dari
pembicara atau penulis kepada lawan bicara atau pembaca secara tepat. Ketepatan
dalam penyampaian informasi akan membuahkan hasil, yaitu adanya kepahaman lawan
bicara atau pembaca terhadap isi kalimat atau tuturan yang disampaikan. Lawan
bicara atau pembaca tidak akan bisa menjawab, melaksanakan, atau menghayati
setiap kalimat atau tuturan itu sebelum mereka dapat memahami benar isi kalimat
atau tuturan tersebut.
Atau,
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara
tepat dan dapat dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. Kalau
gagasan yang disampaikan sudah tepat, pendengar atau pembaca dapat memahami
pikiran tersebut dengan mudah, jelas dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh
penulis atau pembicaranya. Akan tetapi, kadang-kadang harapan itu tidak
tercapai. Misalnya, ada sebagian lawan bicara atau pembaca tidak memahami apa
maksud yang diucapkan ata yang dituliskan. Supaya kalimat yang dibuat dapat
mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat, unsur kalimat-kalimat yang
digunakan harus lengkap dan eksplisit. Artinya, unsur-unsur kalimat seharusnya
ada yang tidak boleh dihilangkan. Sebaliknya, unsur-unsur yang seharusnya tidak
ada tidak perlu di munculkan.
Kelengkapan dan keeksplisitan
semacam itu dapat diukur berdasarkan keperluan komunikasi dan kesesuaiannya
dengan kaidah.
Kalimat dikatakan efektif
apabila berhasil menyampaikan pesan, gagasan,
perasaan, maupun pemberitahuan sesuai dengan maksud si pembicara atau penulis.
Untuk itu penyampaian harus memenuhi syarat sebagai kalimat yang baik, yaitu
strukturnya benar, pilihan katanya tepat, hubungan antarbagiannya logis, dan
ejaannya pun harus benar.
Dalam hal ini hendaknya dipahami
pula bahwa situasi terjadinya komunikasi juga sangat berpengaruh. Kalimat yang
dipandang cukup efektif dalam pergaulan, belum tentu dipandang efektif jika
dipakai dalam situasi resmi, demikian pula sebaliknya.
Misalnya kalimat yang diucapkan
kepada tukang becak, “Berapa, Bang, ke Citeureup?” Kalimat tersebut jelas lebih
efektif daripada kalimat lengkap, “Berapa saya harus membayar, Bang, bila saya
menumpang becak Abang ke pasar Rebo?”
Sebelum kita membuat sebuah kalimat
efektif maka kita harus terlebih dahulu mengetahui ciri-ciri kalimat efektif.
Ciri-ciri Kalimat Efektif
Berikut adalah ciri-ciri kalimat
efektif menurut pendapat beberapa ahli kebahasaan :
1. Menurut Sabarti Akhadiah
kalimat efektif harus memiliki :
a. Kesepadanan dan kesatuan;
b. Kesejajaran bentuk;
c. Penekanan;
d. Kehematan dalam mempergunakan
kata;
e. Kevariasian dalam struktur
2. Gorys Keraf menyatakan
ciri-ciri kalimat efektif sebagai berikut :
a. Kesatuan gagasan;
b. Koherensi yang baik dan
kompak;
c. Penekanan;
d. Variasi;
e. Paralelisme;
f. Penalaran atau
logika. Pada dasarnya, penalaran (logika) dapat menjadi bagian dari paralelisme
makna.
3. Menurut Parera ciri-cirinya
adalah :
a. Kesepadanan dan kesatuan;
b. Keparalelan atau
paralisme;
c. Ketegasan;
d. Kehematan;
e. Kevariasian.
4. Martaya Menyatakan ciri-ciri
kalimat efektif lebih banyak dari pendapat yang lain, yaitu :
a. Mengandung kesatuan
gagasan,
b. Mewujudkan koherensi yang
baik dan kompak,
c. Memperhatikan paralelisme,
d. Merupakan komunikasi yang
berharkat,
e. Diwarnai kehematan,
f. Ejaan yang
disempurnakan,
g. Didukung variasi,
h. Didasarkan pada pilihan
kata yang baik.
Dari semua pendapat ahli
bahasa tentang kalimat efektif dapat dijelaskan persamaan pendapat tentang
kalimat efektif yaitu:
a. Kesatuan gagasan
Kalimat efektif harus memiliki
kesatuan gagasan dan mengandung satu ide pokok (satu pengertian lengkap).
Kalimat dikatakan memiliki kesatuan gagasan jika memiliki subjek, predikat dan
fungsi-fungsi kalimat lainnya saling mendukung dan membentuk kesatuan tunggal.
Dengan demikian, kalimat haruslah mengandung unsur subjek dan predikat sebagai
unsur inti sebuah kalimat. Kehadiran unsur-unsur lain (objek, pelengkap,
ataupun keterangan) hanyalah sebagai tambahan bagi unsur inti.
Contoh :
Di dalam keputusan itu merupakan
kebijaksanaan yang dapat membantu keselamatan umum.
Kalimat ini tidak memiliki
kelengkapan fungsi. Dengan demikian kalimat tersebut bukanlah kalimat efektif
karena tidak memiliki kesatuan gagasan. Kita bisa melihat bahwa di dalam
kalimat tersebut tidak memiliki subjek, tapi hanya terdiri dari
kererangan,predikat, dan pelengkap. Misalnya, di dalam keputusan itu
(keterangan), merupakan (predikat), kebijaksanaan yang dapat membantu
keselamatan umum (pelengkap). Agar kalimat tersebut bisa menjadi kalimat
efektif, maka fungsi subjek harus dihadirkan dengan cara menghilangkan kata di
dalam.
Dengan demikian kalimat menjadi:
Keputusan itu merupakan
kebijaksanaan yang dapat membantu keselamatan umum.
contoh lain:
Bagi semua siswa yang memakai
celana pesil dilarang mengikuti pelajaran.
Kata bagi seharusnya dihilangkan,
karena menimbulkan ketidakjelasan subjek.
Seharusnya:
Siswa yang memakai celana pensil
dilarang mengikuti pelajaran.
contoh lain:
Jawaban itu saya kurang jelas.
Kalimat tersebut mempunyai subjek
ganda, yaitu pertanyaan itu dan saya. Kalimat tersebut dapat diperbaiki dengan
cara menambah bagi diantaranya pertanyaan itu dan saya.
Seharusnya:
Pertanyaan itu bagi saya kurang
jelas.
Dan lain-lain.
b. Kesejajaran (paralel)
Kalimat efektif harus memiliki
kesejajaran (keparalelan). Yang dimaksud dengan kesejajaran adalah penggunaan
bentukan kata atau frasa berimbuhan yang memiliki kesamaan (kesejajaran) baik
dalam fungsi maupun bentuknya. Jika bagian kalimat itu menggunakan verba
berimbuhan di-, bagian kalimat yang lainnya pun harus menggunakan di- lagi.
Jika bagian kalimat itu menggunakan verba berimbuhan meng-, bagian kalimat yang
lainnya pun harus menggunakan meng- lagi. Begitu pula dengan verba berimbuhan
yang lainnya juga harus mengikuti kaidah tersebut di atas. Satu bagian kalimat
berupa verba aktif, bagian kalimat yang lain juga harus berupa verba aktif.
Demikian pula halnya jika satu bagian merupakan verba pasif, bagian lainnya pun
harus merupakan verba pasif.
Kesejajaran bentuk
Jika dilihat dari segi bentuknya,
kesejajaran itu dapat menyebabkan keserasian. Jika dilihat dari segi makna atau
gagasan yang diungkapkan, kesejajaran itu dapat menyebabkan informasi yang
diungkapkan menjadi sistematis sehingga mudah dipahami. Bentuk kalimat yang
tidak tersusun secara sejajar dapat mengakibatkan kalimat itu tidak serasi.
Contoh:
Komik itu telah lama dicari, tetapi
Roro belum menemukannya.
Kalimat di atas tidak sejajar
karena menggunakan bentuk kata kerja pasif (dicari) yang dikontraskan dengan
bentuk aktif (menemukan). Agar sejajar, kedua bagian kalimat tersebut harus
menggunakan bentuk pasif semuanya atau bentuk aktif semuanya.
Kalimat yang tepat adalah sebagai
berikut:
Komik itu telah dicari, tetapi
belum ditemukan Roro.
Atau,
Dodi telah lama mencari buku itu,
tetapi belum menemukannya.
Kesejajaran makna
Unsur lain yang harus diperhatikan
dalam pemakaian suatu bahasa adalah segi penalaran atau logika. Kesejajaran
makna ini berkaitan erat dengan penalaran. Penalaran dalam sebuah kalimat
merupakan masalah yang mendasari penataan gagasan. Penalaran sangat berhubungan
dengan jalan pikiran. Jalan pikiran penulis turut menentukan baik tidaknya
kalimat yang dibuat, mudah tidaknya kalimat tersebut dipahami sesuai pemikiran
penulis.
Ciri-ciri kesejajaran
(1) Terdapat subjek dan predikat
yang jelas
Contoh:
Bagi semua siswa harus membayar
uang sekolah.
Kata bagi seharusnya dihilangkan,
karena menimbulkan ketidakjelasan subjek.
Seharusnya:
Semua siswa harus membayar uang
sekolah.
Kejelasan subjek dan predikat dapat
dilakukan dengan menghindarkan kata depandi, dalam, bagi, untuk, pada, sebagai,
tentang, mengenai, menurut.
(2) Tidak terdapat subjek ganda
Contoh:
Soal itu saya kurang jelas.
Kalimat tersebut mempunyai subjek
ganda, yaitu soal itu dan saya. Kalimat tersebut dapat diperbaiki dengan cara
menambah bagi diantaranya soal itu dan saya.
Seharusnya:
Soal itu bagi saya kurang jelas.
E. Kosasih juga menyatakan
bahwa kesejajaran adalah penggunaan bentukan kata atau frase imbuhan yang
memiliki kesamaan, baik dalam fungsi maupun bentuknya. Jika bagian kalimat itu menggunakan
kata kerja berimbuhan di- , bagian kalimat lainnya pun harus mengunakan di-
pula.
Contoh:
Ibu membantu anak itu dengan
dipapahnya ke pinggir jalan.
Kalimat tersebut tidak efektif
karena tidak memiliki kesejajaran predikat-predikatnya. Yang satu menggunakan
predikat aktif, yakni menggunakan imbuhan me- (p), sedangkan yang satu
lagi menggunakan predikat pasif, yakni menggunakan imbuhan di-.
Kalimat itu harus diubah menjadi :
Ibu membantu anak itu dengan
memapahnya ke pinggir jalan.
Anak itu ditolong Ibu dengan
dipapahnya ke pinggir jalan.
c. Kehematan
Kehematan dalam kalimat efektif
merupakan kehematan dalam pemakaian kata, frase, atau bentuk lainnya yang
dianggap tidak diperlukan. Kehematan ini menyangkut soal gramatikal dan makna kata.
Kehematan tidak berarti bahwa kata yang diperlukan atau yang menambah kejelasan
makna kalimat boleh dihilangkan. Penulis kadang-kadang tanpa sadar sering
mengulang subjek dalam satu kalimat.
Kalimat efektif tidak boleh
menggunakan kata-kata yang tidak perlu. Setiap kata haruslah memiliki fungsi
yang jelas. Penggunaan kata-kata yang berlebihan justru akan memperlemah dan
mengaburkan maksud kalimat tersebut (E. Kosasih, 2002 :200).
Contoh:
Bunga-bunga mawar, anyelir, dan
melati sangat disukainya.
Pemakaian kata bunga-bunga dalam
kalimat diatas tidak perlu. Dalam kata mawar, anyelir, dan melati
terkandung makna bunga.Kalimat efektif tidak boleh menggunakan kata-kata yang
tidak perlu. Setiap kata haruslah memiliki fungsi yang jelas dan tidak boleh
menggunakan kata yang berlebihan. Penggunaan kata yang berlebihan justru akan
mengaburkan dan memperlemah maksud kalimat itu.
Kalimat yang benar adalah:
Mawar, anyelir, dan melati sangat
disukainya.
Dalam menghemat pengunaan kata
dalam kalimat adalah dengan cara :
1) Hiponimi
Dalam bahasa ada kata yang
merupakan bawahan makna kata atau ungkapan yang lebih tinggi. Di dalam makna
kata terkandung makna dasar kelompok makna kata yang bersangkutan.
Kata merah sudah mengandung makna
kelompok warna.
2) Pemakaian
kata depan “dari”, “dan”, “daripada”
Dalam bahasa Indonesia kita
mengenal kata depan dari dan daripada, selain ke dan di. Penggunaan dari dalam
bahasa Indonesia dipakai untuk menunjukkan arah (tempat) dan asal (asal-usul).
3) Penghilangan
subjek ganda
Kalimat majemuk yang anak kalimat
dan induk kalimatnya memiliki subyek sama dapat dihilangkan salah satunya.
Contoh :
Sebelum surat ini dikirimkan, surat
ini harus ditandatangani lebih dahulu. (Tidak tepat)
Sebelum dikirimkan, surat ini harus
ditandatangani lebih dahulu. (Tepat)
d. Penekanan
Bagian kalimat yang dipentingkan
perlu ditonjolkan dari unsur-unsur yang lain. Kalimat efektif harus diberi
penekanan. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memberi penekanan itu
adalah sebagai berikut :
1. Mengubah posisi dalam
kalimat
Cara ini dilakukan dengan
meletakkan bagian penting di depan kalimat.
Contoh :
a. Harapan kami adalah
agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan lain.
b. Pada kesempatan lain,
kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini.
c. Kita dapat
membicarakan lagi soal ini pada kesempatan lain.
2. Menggunakan
partikel
Penekanan pada bagian ini dapat
menggunakan partikel –lah, -pun, dan –kah.
Contoh :
1) Saudaralah yang
harus bertangung jawab dalam soal itu
2) Kami pun turut dalam
kegiatan itu.
3) Bisakah dia
menyelesaikannya?
2. Menggunakan repetisi
Yaitu dengan cara mengulang-ulang
kata yang dianggap penting.
Contoh :
Dalam membina hubungan antara suami
istri, antara guru dan murid, antara orang tua dan anak, antara
pemerintah dan rakyat, diperlukan adanya komunikasi dan sikap saling memahami
antara satu dan yang lainnya.
4. Menggunakan Pertentangan
Dengan cara menggunakan kata-kata
yang bertentangan atau berlawananmakna/maksud dalam bagian kalimat yang ingin
ditegaskan.
Contoh :
a.
Anak itu tidak malas, tetapi rajin
b. Ia tidak
menghendaki perbaikan yang sifatnya parsial tetapi total dan menyeluruh.
e. Kelogisan
Kalimat efektif harus mudah
dipahami. Unsur-unsur pembentuknya harus memiliki hubungan yang logis atau
dapat diterima oleh akal sehat. Susunan kalimat dianggap logis apabila kalimat
itu mengandung makna yang bisa diterima akal dan bermakna sesuai dengan kaidah-kaidah
nalar secara umum.
Contoh :
Waktu dan tempat saya persilakan.
Kalimat ini tidak logis/tidak masuk
akal karena waktu dan tempat adalah benda mati yang tidak dapat dipersilakan.
Kalimat tersebut harus diubah menjadi:
Bapak penceramah, saya persilakan
untuk naik ke podium.
(batas akhir wajib baca)
|
(tidak wajib baca, ini hanya
contoh-contoh kalimat tidak efektif dan pembenarannya)
Agar kita tidak mendapatkan stempel
seperti tersebut di atas, pada kesempatan ini saya juga ingin menyoroti
berbagai kesalahan berbahasa, khususnya tentang ketidakefektifan kalimat. Hal
ini menjadi penting karena kalimat yang tidak efektif akan berpengaruh pada
keakuratan informasi yang akan kita sampaikan atau kita cerap. Dengan
mengetahui kesalahannya kita mencoba untuk membenahinya sedikit demi sedikit.
Perhatikan contoh di bawah ini.
(1) Di dalam keputusan itu
merupakan kebijaksanaan yang dapat membantu keselamatan umum.
(2) Bagi yang merasa kehilangan
harap segera mengambilnya di ruang guru.
(3) Dalam pertemuan itu
menghasilkan keputusan yang memuaskan semua pihak.
(4) Kakak menolong anak itu dengan
dipapahnya ke pinggir jalan.
(5) Dia sedang belajar matematika
di kamar kemudian dijawabnya semua soal latihan itu.
(6) Ayahnya mengajar Bahasa
Indonesia di SMA Negeri 11 Surakarta.
(7) Atas perhatiannya, saya ucapkan
terima kasih.
(8) Waktu dan tempat saya
persilakan.
(9) Untuk mempersingkat waktu,
.......
(10) Bunga-bunga mawar, melati, dan
kenanga sangat disukainya.
(11) Apel, mangga, dan durian
adalah buah-buahan yang sangat enak.
(12) Silakan Saudara maju ke depan!
(13) Bajunya berwarna merah.
(14) Jika kita berusaha dengan
sungguh-sungguh, maka kita akan mendapatkan hasil yang maksimal.
(15) Meskipun hidupnya menderita,
akan tetapi ia tidak pernah mengeluh.
Sebelum kita bahas kalimat tersebut
di atas satu per satu, terlebih dahulu kita harus memahami bagaimana
menggunakan kalimat efektif itu. Ada beberapa hal untuk menentukan apakah suatu
kalimat bisa dikatakan sebagai kalimat efektif atau bukan.
Setelah kita mengetahui beberapa
prinsip pembentukan kalimat efektif, ada baiknya kita mulai memahami mengapa
kalimat nomor 1 sampai dengan nomor 15 bukan merupakan kalimat efektif.
(1) Di dalam keputusan
itu merupakan kebijaksanaan yang dapat membantu keselamatan umum.
(2) Bagi yang merasa
kehilangan harap segera mengambilnya di ruang guru.
(3) Dalam pertemuan itu
menghasilkan keputusan yang memuaskan semua pihak.
Kalimat (1) s.d (3) di atas tidak
memiliki kelengkapan fungsi kalimat. Jika kita analisis, kalimat (1) di dalam
keputusan itu (keterangan), merupakan (predikat),kebijaksanaan yang dapat
membantu keselamatan umum (pelengkap). Dengan demikian kalimat ini bukanlah
kalimat yang efektif karena tidak memiliki kesatuan gagasan. Fungsi subjek tidak
hadir dalam kalimat (1) ini. Agar menjadi kalimat efektif, fungsi subjek harus
dihadirkan dengan cara menghilangkan kata di dalam.
Dengan demikian kalimat (1) menjadi
(1a) Keputusan itu merupakan kebijaksanaan yang dapat membantu keselamatan
umum. Demikian pula untuk kalimat (2) dan (3), fungsi subjek harus dihadirkan
dengan cara menghilangkan kata bagi untuk kalimat (2), dan kata dalam untuk
kalimat (3), sehingga kalimat tersebut akan menjadi
(2a) Yang merasa kehilangan harap
segera mengambilnya di ruang guru. (3a) Pertemuan itu menghasilkan keputusan
yang memuaskan semua pihak.
Dari pembahasan tersebut di atas
jelaslah bahwa menggunakan kalimat efektif harus memperhatikan kelengkapan
fungsi-fungsi kalimatnya. Paling tidak, fungsi subjek dan predikat dalam sebuah
kalimat harus dihadirkan. Fungsi subjek dan predikat merupakan unsur inti
sebuah kalimat.
Perhatikan kembali kalimat (4),
(5), dan (6) di atas. Sepintas kalimat tersebut tidak ada permasalahan. Namun,
apabila kita cermati ternyata kalimat-kalimat tersebut tidak memiliki
kesejajaran antarunsur pembentuknya. Dalam kalimat (4) verba menolong merupakan
verba aktif berafiks meng-, sedangkan dipapahnya merupakan verba pasif berafiks
di-. Begitu pula dengan kalimat (5), verba belajar merupakan verba aktif
berafiks ber- sedangkan verbadijawabnya merupakan verba pasif berafiks di-.
Verba pertama dan kedua dalam kalimat di atas tidak sejajar. Agar kalimat (4)
dan (5) tersebut efektif, bentuk verbanya harus diubah sehingga menjadi verba
yang sejajar. Verba tersebut boleh dijadikan verba aktif maupun pasif. Dengan
demikian, kalimat (4) dan (5) akan menjadi (4a) Kakak menolong anak itu dengan
memapahnya ke pinggir jalan. (4b) Anak itu ditolong (oleh) kakak dengan
dipapahnya ke pinggir jalan. (5a) Dia sedang belajar matematika di kamar
kemudian menjawab semua soal latihan itu. (5b) Matematika sedang dipelajarinya
di kamar kemudian dijawabnya semua soal itu.
Sekarang kita perhatikan kalimat
(6), (7), (8), dan (9). Kalimat-kalimat tersebut sepintas tidak bermasalah.
Namun, apabila kita perhatikan ternyata kalimat-kalimat ini tidak bisa diterima
oleh akal sehat (tidak masuk akal). Pada kalimat (6), Bahasa Indonesiabukanlah
benda hidup yang bisa diajar. Kalimat (7) juga tidak jauh berbeda. Dalam
menulis surat kita berhadapan dengan orang yang akan membaca surat tersebut.
Artinya kita berhadapan dengan orang kedua. Namun, kalimat (7) ternyata
menggunakan kata ganti orang ketiga nya (dia) yang notabene tidak hadir dalam
komunikasi tersebut. Alangkah konyolnya jika kita berbicara dengan orang kedua
tetapi menggunakan bentuk orang ketiga. Demikian pula untuk kalimat (8). Siapa
yang dipersilakan? Orang atau waktu dan tempat? Tentu saja yang dimaksudkan
adalah orangnya bukan waktu dan tempatnya. Dari sudut pandang ini saja kalimat
(8) tidak bisa dikatakan sebagai kalimat yang masuk akal. Hal itu juga terjadi
pada kalimat (9). Siapa yang bisa mempersingkat waktu? Kita semua diberi waktu
yang sama dalam sehari, yaitu 24 jam. Kalimat ini perlu diubah agar maknanya
menjadi jelas.
Dengan demikian kalimat (6), (7),
(8), dan (9) seharusnya diubah menjadi :(6a)Ayahnya mengajarkan Bahasa
Indonesia di SMA Negeri 11 Surakarta. (7a) Atas perhatian Anda/ Saudara/ Bapak/
Ibu, saya ucapkan terima kasih.
Perlu diperhatikan untuk kalimat
(7a), pemakaian kata ucapkan digunakan ketika kita sedang berkomunikasi secara
lisan. Tetapi, jika dalam bahasa tulis kita gunakan kata sampaikan. Mengapa
demikian, karena bahasa tulis tidak bisa berucap. Yang bisa berucap adalah
ketika kita berbahasa lisan. (8a) Yang terhormat … saya/ kami persilakan.
(9a) Agar pembicaraan kita tidak
terlalu lama ….
Sekarang kita perhatikan kalimat
(10) s.d. (14). Penggunaan bentuk ulang pada kalimat (10) bunga-bunga dan (11)
buah-buahan tidak efektif karena pemeriannya sudah menyatakan majemuk sehingga
seharusnya kita tidak menggunakan bentuk ulang. Kalimat (12) juga tidak
efektif. Penggunaan frasa maju ke depan dalam kalimat ini seharusnya tidak
berlebihan seperti itu. Bukankah maju selalu ke depan? Contoh lain yang seperti
ini misalnya:mundur ke belakang, naik ke atas, turun ke bawah. Kalimat (13)
juga mengandung kata yang tidak hemat pengunaannya. Merah sudah menyatakan
suatu warna sehingga pemakaian kata warna seharusnya dihindari jika kita ingin
menyebutkan suatu warna. Ketidakefektifan kalimat (14) dan (15) tampak pada
pengunaan konjungsi yang berlebihan.
Penggunaan konjungsi jika … maka,
atau meskipun … akan tetapi tidak hemat. Seharusnya jika kita sudah menggunakan
konjungsi jika untuk digunakan dalam suatu klausa, kita tidak perlu menambah
dengan kata maka untuk dirangkaikan dengan klausa berikutnya. Demikian pula
dengan konjungsi meskipun … akan tetapi …. Dengan demikian kalimat (10) s.d.
(15) seharusnya diubah menjadi (10a) Bunga mawar, melati, dan kenanga sangat
disukainya. (11a) Apel, mangga, dan durian adalah buah yang sangat enak.
(12a)Silakan Saudara maju! (13a) Bajunya merah. (14a) Jika kita berusaha dengan
sungguh-sungguh, kita akan mendapatkan hasil yang maksimal. (14b) Kita akan
mendapatkan hasil yang maksimal jika kita berusaha dengan sungguh-sungguh.
(15a) Meskipun hidupnya menderita, ia tidak pernah mengeluh. (15b) Ia tidak
pernah mengeluh meskipun hidupnya menderita.
Perhatikan kalimat (14a) dan (14b),
(15a) dan (15b) di atas. Jika anak kalimat mendahului induk kalimat, diberi
tanda koma (,) di antaranya. Tetapi, jika induk kalimat berada di depan, tidak
perlu diberi tanda koma (,). Masih banyak contoh lain yang seperti ini. Oleh
karena itu, kita harus berhati-hati dalam menggunakan konjungsi-konjungsi
semacam ini.
Berikut ini akan disampaikan
beberapa pola kesalahan yang umum terjadi dalam penulisan serta perbaikannya
agar menjadi kalimat yang efektif :
1. Penggunaan dua kata yang
sama artinya dalam sebuah kalimat :
- Sejak dari usia
delapan tahun ia telah ditinggalkan ayahnya.
(Sejak usia delapan tahun ia telah
ditinggalkan ayahnya.)
- Hal itu
disebabkan karena perilakunya sendiri yang kurang menyenangkan.
(Hal itu disebabkan perilakunya
sendiri yang kurang menyenangkan.
- Ayahku rajin bekerja
agar supaya dapat mencukupi kebutuhan hidup.
(Ayahku rajin bekerja agar dapat
memenuhi kebutuhan hidup.)
2. Penggunaan kata berlebih
yang ‘mengganggu’ struktur kalimat :
- Menurut
berita yang saya dengar mengabarkan bahwa kurikulum akan segera diubah.
(Berita yang saya dengar
mengabarkan bahwa kurikulum akan segera diubah/Menurut berita yang saya dengar,
kurikulum akan segera diubah.)
- Kepada yang bersalah
harus dijatuhi hukuman setimpal.
(Yang bersalah harus dijatuhi
hukuman setimpal.)
3. Penggunaan imbuhan yang
kacau :
- Yang meminjam buku di
perpustakaan harap dikembalikan.
(Yang meminjam buku di perpustakaan
harap mengembalikan / Buku yang dipinjam dari perpustakaan harap dikembalikan)
- Ia diperingati oleh
kepala sekolah agar tidak mengulangi perbuatannya.
(Ia diperingatkan oleh kepala
sekolah agar tidak mengulangi perbuatannya.)
4. Kalimat tak selesai:
- Manusia
yang secara kodrati merupakan mahluk sosial yang selalu ingin berinteraksi.
(Manusia yang secara kodrati
merupakan mahluk sosial, selalu ingin berinteraksi.)
- Rumah yang besar yang
terbakar itu.
(Rumah yang besar itu terbakar.)
5. Penggunaan kata dengan
struktur dan ejaan yang tidak baku :
- Kita
harus bisa merubah kebiasaan yang buruk.
(Kita harus bisa mengubah kebiasaan
yang buruk.)
Kata-kata lain yang sejenis dengan
itu antara lain menyolok, menyuci, menyontoh, menyiptakan, menyintai,
menyambuk, menyaplok, menyekik, menyampakkan, menyampuri, menyelupkan dan
lain-lain, padahal seharusnya mencolok, mencuci, mencontoh, menciptakan,
mencambuk, mencaplok, mencekik, mencampakkan, mencampuri, mencelupkan.
- Pertemuan itu
berhasil menelorkan ide-ide cemerlang.
(Pertemuan itu telah
menelurkan ide-ide cemerlang.)
- Gereja itu
dilola oleh para rohaniawan secara professional.
(Gereja itu dikelola oleh para
rohaniwan secara professional)
6. Penggunaan tidak tepat
kata ‘di mana’ dan ‘yang mana’ :
- Saya
menyukainya di mana sifat-sifatnya sangat baik.
(Saya menyukainya karena
sifat-sifatnya sangat baik.)
- Rumah sakit di
mana orang-orang mencari kesembuhan harus selalu bersih.
(Rumah sakit tempat orang-orang
mencari kesembuhan harus selalu bersih.)
7. Penggunaan kata ‘daripada’
yang tidak tepat :
- Seorang
daripada pembatunya pulang ke kampung kemarin.
(Seorang di antara pembantunya
pulang ke kampung kemarin.)
- Seorang pun
tidak ada yang bisa menghindar daripada pengawasannya.
(Seorang pun tidak ada yang bisa
menghindar dari pengawasannya.)
- Tendangan
daripada Ricky Jakob berhasil mematahkan perlawanan musuh.
(Tendangan Ricky Jakob berhasil
mematahkan perlawanan musuh.)
8. Pilihan kata yang
tidak tepat :
- Dalam kunjungan
itu Presiden Yudhoyono menyempatkan waktu untuk berbincang bincang dengan
masyarakat.
(Dalam kunjungan itu Presiden
Yudhoyono menyempatkan diri untuk berbincang-bincang dengan masyarakat.)
- Bukunya ada di
saya.
(Bukunya ada pada saya.)
9. Kalimat ambigu
yang dapat menimbulkan salah arti :
- Usul ini
merupakan suatu perkembangan yang menggembirakan untuk memulai pembicaraan
damai antara komunis dan pemerintah yang gagal.
Kalimat di atas dapat menimbulkan
salah pengertian. Siapa/apa yang gagal? Pemerintahkah atau pembicaraan damai
yang pernah dilakukan? Akan benar jika menjadi kalimat seperti :
(Usul ini merupakan suatu
perkembangan yang menggembirakan untuk memulai kembali pembicaraan damai yang
gagal antara pihak komunis dan pihak pemerintah.)
- Sopir Bus Santosa
yang Masuk Jurang Melarikan Diri.
Judul berita di atas dapat
menimbulkan salah pengertian. Siapa/apa yang dimaksud Santosa? Nama sopir atau
nama bus? Yang masuk jurang busnya atau sopirnya?
(Bus Santoso Masuk Jurang, Sopirnya
Melarikan Diri.)
10. Pengulangan
kata yang tidak perlu :
- Dalam
setahun ia berhasil menerbitkan 5 judul buku setahun.
(Dalam setahun ia berhasil
menerbitkan 5 judul buku.)
- Film ini
menceritakan perseteruan antara dua kelompok yang
saling menjatuhkan, yaitu perseteruan antara kelompok Tang Peng Liang dan
kelompok Khong Guan yang saling menjatuhkan.
(Film ini menceritakan perseteruan
antara kelompok Tan Peng Liang dan kelompok Khong Guan yang saling
menjatuhkan.)
11. Kata ‘kalau’ yang dipakai
secara salah :
- Dokter
itu mengatakan kalau penyakit AIDS sangat berbahaya.
(Dokter itu mengatakan bahwa
penyakit AIDS sangat berbahaya.)
- Siapa
yang dapat memastikan kalau kehidupan anak pasti lebih baik daripada orang
tuanya?
(Siapa yang dapat memastikan bahwa
kehidupan anak pasti lebih baik daripada orang tuanya?)
0 komentar:
Posting Komentar